Sabtu, 25 April 2009

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT DI ERA OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN SUMBAWA

Oleh : Dedi Syafikri
Email : fik_marine@yahoo.co.id

A. Latar Belakang
Saat ini Indonesia memasuki era baru dalam hal pengelolaan pemerintahan yaitu era desentralisasi atau lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah dimana masing-masing daerah (region) memiliki wewenang (otoritas) dan tanggung jawab dalam hal pemberdayaan dan pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya. Konsep desentralisasi ini tidak hanya terfokus pada urusan pemerintahan semata, namun juga sampai pada sistem dan tata cara atau pengelolaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah pemerintahan daerah (regional). Dengan digulirkannya Undang-undang otonomi daerah ini (UU No.22 Th 1999), maka penjabaran Pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang menyangkut aspek pengelolaan sumberdaya alam kini di desentralisasikan kepada tingkat regional atau daerah yang mana sebelumnya dikelola sepenuhnya oleh pemerintah pusat atau lebih bersifat sentralistis.
Lahirnya otonomi daerah di wilayah pesisir melalui Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD), telah memberi kewenangan bagi Pemerintah Provinsi untuk mengelola dan mengkoordinasikan pemanfaatan sumberdaya pesisir sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut. Pasal 10 UU NO. 22/1999 memberikan kewenangan kepada Daerah Kabupaten/Kota untuk mengelola sumberdaya pesisir sepertiga dari wilayah laut Daerah Propinsi. Kewenangan ini meliputi kewenangan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam, tata ruang, administrasi dan bantuan penegakan hukum, serta bantuan penegakan kedaulatan negara.
Namun sayangnya selama ini konsep desentralisasi atau otonomi daerah yang digulirkan selama ini selalu kita fahami sebagai otonomi darat semata, sehingga sebagian besar dari kebijakan-kebijakan pengelolaan yang dikeluarkan oleh institusi pemerintahan difokuskan hanya pada pengelolaan sumberdaya daratan, padahal untuk Propinsi, Kabupaten dan Kota tertentu khususnya yang memiliki wilayah pesisir dan laut, terlebih lagi Propinsi, Kabupaten dan Kota yang berbentuk kepulauan sebagai contoh, NTB, NTT, Maluku, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Kepulauan Seribu dan Kabupaten Kepulauan Karimunjawa, esensi otonomi ekonomi juga berada di wilayah laut. Otonomi dalam konteks ini bukan hanya mengkavling darat adalah sebagai bahagian utama pembangunan, tetapi juga menyertakan wilayah laut dalam memetakan lokasi aktivitas eksplorasi dan eksploitasi baik di dalam perut bumi, dasar laut, laut dalam dan permukaan laut.

B. Potensi Sumberdaya Pesisir dan Laut Kabupaten Sumbawa
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai 17.480 buah dan garis pantai yang terbentang sepanjang 95.181 km. Saat ini merupakan garis pantai terpanjang ke-4 di dunia setelah Amerika, RRC, dan Federasi Rusia. Indonesia juga merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki stok/potensi kekayaan sumberdaya alam baik hayati maupun nir-hayati yang melimpah. Sebagian besar kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya terdapat di wilayah pesisir dan laut. Letaknya yang strategis di wilayah khatulistiwa yang beriklim tropis dan juga diapit oleh dua buah samudra yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi (mega biodiversity).

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa sumberdaya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi khususnya pembangunan ekonomi yang berbasis kelautan bagi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja, dan pendapatan penduduk. Sumberdaya kelautan tersebut mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif. Di sisi lain, kebutuhan pasar masih terbuka sangat besar karena kecenderungan permintaan pasar global yang terus meningkat.
Kabupaten Sumbawa adalah salah satu kabupaten yang dimiliki Propinsi Nusa Tenggara Barat yang menyimpan potensi sumberdaya pesisir dan kelautan, baik hayati ataupun non-hayati yang cukup besar dan sangat menjanjikan untuk di kelola. Beberapa potensi tersebut diantaranya : perikanan tangkap, perikanan budidaya (budidaya kerapu, tiram mutiara, rumput laut), pariwisata (ekowisata bahari, budaya dan resources), eduwisata (taman nasional P. Moyo, kawasan konservasi karang dan mangrove P. Rakit, P Ngali), pelayaran dan transportasi laut lainnya, olahraga/sport (snorkeling, siling, diving, surving, dan fishing), lahan (space) dan sumberdaya pertambangan dan energi (gelombang, arus, OTEC, mineral, Geothermal energy dan angin) serta sumberdaya pulau-pulau kecil yang tersebar di perairan pulau Sumbawa (P Bungin , P Kaung, P . Medang , P. Moyo, P. Tete, dan P. Ketapang). Potensi ini bukan hanya menjadi aset lokal namun juga dapat dirasakan manfaatnya secara nasional jika dikelola dan dimanfaatkan dengan arif dan bijaksana.
Ada banyak hal mengapa masyarakat Sumbawa perlu sedikit merubah orientasi atau pola fikir yang semula (basic insting) pada sumberdaya daratan (land based orientation) kemudian beralih pada orientasi pengembangan sumberdaya pesisir dan kelautan (ocean based orientation) adalah diantaranya :
1. Sumbawa memiliki sumber daya pesisir dan laut yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitasnya
2. Sumbawa memiliki daya saing (competitive advantage) yang tinggi di sektor kelautan dan perikanan sebagaimana dicerminkan dari bahan baku yang dimilikinya serta produksi yang dihasilkannya
3. Industri di sektor kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward linkage) yang kuat dengan industri-industri lainnnya
4. Sumber daya di sektor kelautan dan perikanan merupakan sumber daya yang selalu dapat diperbaharui (renewable resources) sehingga bertahan dalam jangka panjang asalkan dikelola dan dimanfaatkan dengan arif dan bijaksana
5. Investasi di sektor kelautan dan perikanan memiliki efisiensi dan daya serap tenaga kerja yang relatif tinggi
6. Produk kelautan dan perikanan memilki prospek pasar yang baik dengan pangsa pasar yang luas dan terus meningkat baik sekala naisional maupun internasional
Kita dapat melihat beberapa contoh bagaimana keberadaan sumberdaya kelautan ini memberikan andil dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di kabupaten sumbawa misalnya :
1. Wisata bahari
Untuk kegiatan pariwisata khususnya wisata bahari, Sumbawa menyimpan potensi wisata yang sangat menjanjikan terutama keindahan panorama alam laut yang dimilikinya. Berbagai macam aktifitas pariwisata yang dapat dijual melalui kegiatan wisata alam laut ini misalnya snorkeling, siling, diving, surving, dan fishing. Adanya taman nasional P. Moyo dan beberapa kawasan konservasi karang dan mangrove di P. Rakit dan P. Ngali juga dapat diberdayakan sebagai aset untuk kegiatan pariwisata dan juga eduwisata. Keindahan dan panorama alam yang dimiliki Kabupaten Sumbawa tidak kalah jika dibandingkan daerah tujuan wisata lainnya seperti P. Bali dan P. Lombok. Letaknya yang strategis yaitu tepat pada pada lingkaran emas pariwisata P. Bali, P. Lombok, P. Komodo, dan Tana Toraja memungkinkan daerah ini dikembangkan sebagai salah satu tujuan wisata khususnya wisata bahari di Indonesia. Selain wisata alam laut Sumbawa juga memiliki aset-aset budaya yang dapat dijadikan wahana pariwisata misalnya seni budaya tradisional dan juga benda-benda purbakala peninggalan kuno. Dengan melihat potensi pariwisata yang ada maka peluang investasi untuk pariwisata masih sangat terbuka. Berikut beberapa objek wisata bahari yang dapat di kunjungi di kabupaten Sumbawa diantaranya : Pulau Bedil dan Keramat, Teluk Saleh (Saleh Bay), Pantai Ai Manis, Pulau, Moyo ( Moyo Island), Pantai Kencana, Saliper Ate.

2. Sektor perikanan (data DKP Kabupaten Sumbawa tahun 2007):
1) Sektor perikanan tangkap
Luas potensi wilayah perairan untuk usaha penangkapan ikan di Kabupaten Sumbawa setelah di keluarkan Kabupaten Sumbawa Barat adalah ± 8.977,6 Km2. Dari luas tersebut pada tahun 2007, telah dimanfaatkan seluruhnya dan diperoleh produksi sebesar 31.313,74 ton dengan jenis tangkapan yang dominan antara lain adalah jenis Ikan Tongkol, Cakalang, Tenggiri, Cumi-cumi, Layang, Kembung, Lemuru, Kerapu serta jenis-jenis iIkan Karang lainnya. Kegiatan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Sumbawa seluruhnya dilakukan oleh nelayan (tidak ada investasi perusahaan penangkapan ikan), dengan jumlah nelayan 6.749 orang.
2) Perikanan budidaya laut
Potensi areal untuk pengembangan budidaya laut kabupaten Sumbawa adalah sebesar 24.980 Ha dengan potensi produksi sebesar 39.600 ton/tahun. Tingkat pemanfaatan sampai tahun 2007 sebesar 7.196,93 Ha (28,81 %) dengan produksi sebesar 10.906.5 ton (27,54 %). Jenis komoditas yang diusahakan antara lain Mutiara, Ikan Kerapu, dan Rumput Laut.
a) Budidaya mutiara
Potensi areal pemanfaatan untuk Usaha Budidaya Mutiara di Kabupaten Sumbawa adalah ± 5.700 Ha. Sampai dengan Tahun 2007, potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar ± 1.922 Ha (33,72 %) dengan total produksi sebesar 354 Kg. Kegiatan Usaha Budidaya Mutiara di Kabupaten Sumbawa seluruhnya dilakukan oleh perusahaan swasta pada 10 kecamatan yaitu Kecamatan Alas Barat, Alas, Utan, Rhee, Lab. Badas, Moyo Hilir, Lape, Plampang, Tarano dan Kec. Labangka. Hingga Tahun 2007 jumlah perusahaan swasta yang bergerak pada Usaha Budidaya Mutiara di Kabupaten Sumbawa adalah sebanyak 18 perusahaan (aktif berproduksi 10 perusahaan, tidak aktif 5 perusahaan dan dalam persiapan 3 perusahaan) dengan total investasi modal sebesar Rp. 17.356.409.000,- .
b) Budidaya rumput laut
Kegiatan Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumbawa merupakan jenis usaha budidaya yang cukup berkembang dengan baik, mengingat luas areal yang dapat dimanfaatkan cukup besar yaitu ± 13.950 Ha. Sampai dengan Tahun 2007 pemanfaatan potensi lahan (areal perairan) untuk Usaha Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumbawa sekitar 5.028,93 Ha ( 36,00 %) dengan total produksi sebesar 10.449 ton ( basah ). Jumlah perusahaan swasta (aktif) yang bergerak dalam bidang Usaha Pengumpulan, pembelian dan pemasaran Rumput Laut di Kabupaten Sumbawa hingga Tahun 2007 sebanyak 9 perusahaan (aktif 5 perusahaan dan tidak aktif 4 perusahaan) dengan total investasi Rp. 2.407.750.000,- Perusahaan–perusahaan tersebut telah melakukan kemitraan usaha dengan para pembudidaya rumput laut yang berjumlah 1.542 orang (KK).
c) Budidaya kerapu
Kegiatan Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Kabupaten Sumbawa memiliki luas potensi areal pemanfaatan adalah ± 1.200 Ha, akan tetapi hingga Tahun 2007 pemanfaatan areal yang telah dilakukan masih sangat kecil yaitu sekitar 246 Ha (20,5 %) dengan produksi 103,5 ton. Jenis usaha budidaya ini pun di Kabupaten Sumbawa seluruhnya dilakukan oleh perusahaan swasta sebanyak 7 (tujuh) perusahaan dengan jumlah investasi Rp. 2.050.000.000,- .
Mengingat sistem yang diterapkan disebagian besar usaha budidaya yang ada di kabupaten Sumbawa saat ini masih menggunakan teknologi yang sederhana, maka saya rasa potensi ini masih dapat ditingkatkan yaitu dengan menerapkan berbagai metode dan teknologi budidaya, mulai dari penggunaan bibit unggul, penambahan jenis atau farietas yang dibudidayakan, meningkatkan mutu produksi, informasi pasar yang jelas, jaminan keamanan dan hukum yang jelas bagi para pelaku budidaya (investor), regulasi dan kebijakan perpajakan yang lebih atraktif, serta menerapkan IPTEK dalam segala aspek budidaya. Dengan demikian saya rasa dengan sendirinya jumlah pendapatan dan juga infestasi yang diperoleh melalui aktifitas budidaya ini akan meningkat.

C. Identifikasi Permasalahan

Potensi sumberdaya alam pesisir dan laut yang begitu besar dimiliki kabupaten Sumbawa ini belum dapat dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan (sustainable). Hal ini dapat kita buktikan dengan; Pertama jika kita melihat sekilas kehidupan masyarakat nelayan yang hidup di pesisir pulau Sumbawa ini, seperti halnya kehidupan nelayan di pesisir Indonesia umumnya mereka sebagian besar hidup dengan tingkat pendapatan, kesejahteraan dan juga pendidikan yang relative lebih rendah dibandingkan masyarakat Sumbawa umumnya yang berpropesi sebagai petani dan sebagian kecil pedagang. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Ahmad Fauzi, salahah satu analis dalam bidang ekonomi perikanan IPB menyebutkan bahwa hampir sebagian besar nelayan kita hidup di bawah garis kemiskinan khususnya nelayan bersekala kecil (perikanan pantai) dengan pendapatan perkapita per-bulannya di bawah 10 US$, maka jika dilihat dalam konteks Millennium development goal, pendapatan sebesar itu tergolong ke dalam extreme poverty, karena lebih kecil dari 1 US$ per-harinya. Kedua jika kita melihat infrastruktur yang mendukung kelancaran aktivitas atau kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan SDA pesisir dan laut ini masih sangat minim. Baik itu berupa Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), jenis alat dan armada tangkap yang digunakan nelayan setempat, dermaga pendaratan ikan serta ketersediaan Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN) bagi nelayan.
Belum jelas apa yang menjadi permasalahan utama yang mengakibatkan terjadinya hal ini, apakah karena stock sumberdaya alam lautnya yang menipis karena keserakahan manusia (over exploitation), kebijakan dan system manajemen pengelolaan dan pemanfaatannya yang masih belum memadai atau sebaliknya masyarakat belum mengenal dengan baik serta mengetahui dimana sumberdaya tersebut berada sehinga tidak dapat terkelola dengan optimal. Namun demikian menurut saya ada beberapa hal pokok yang mengakibatkan sumberdaya alam pesisir dan laut yang dimiliki kab. Sumbawa sampai saat ini belum terkelola dan termanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan adalah sebagai berikut :
1. Belum adanya penataan ruang pesisir (RTP) dan kelautan serta peta potensi sumberdaya pesisir dan kelautan yang jelas yang dapat dijadikan acuan dalam pembangunan wilayah pesisir dan laut
2. Kurang optimalnya perananan lembaga/istitusi pemerintahan yang terkait dengan upaya pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut
3. Masih minimnya kemampuan sumberdaya manusia terkait dengan sumberdaya kelautan dan perikanan baik dari segi kemampuan teknis maupun manajerial
4. Ketersediaan data (data based) dan informasi perikanan kelautan yang masih belum optimal, baik dari instansi pemerintah kepada pelaku usaha (swasta dan masyarakat) ataupun sebaliknya
5. Pengelolaan yang masih bersifat sektoral. Masing-masing instansi memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda-beda dalam mengelola kawasan pesisir dan laut
6. Minimnya wahana, sarana dan prasarana untuk dapat mendukung penerapan dan pendayagunaan teknologi perikanan kelautan
7. Kurangnya jaminan keamanan dan jaminan hukum bagi para investor yang hendak berinvestasi (kasus pada budidaya mutiara)
8. Informasi dan pangsa pasar yang masil belum jelas
9. Standar dan pengendalian kualitas sekaligus harga hasil produksi yang cenderung tidak stabil (kasus pada budidaya mutiara dan rumput laut)
10. Kerjasama institusi pemerintah dengan swasta dan masyarakat sebagai pelaku usaha kurang terjalin harmonis.
Jika kita melihat permasalah di atas memang cukup kompleks. Untuk itu dibutuhkan suatu regulasi atau sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut yang memadai yang dapat mengakomodir segala macam konflik dan permasalahan dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatannya. Terlebih lagi dengan terbitnya UU No. 22 Th 1999 yang mengatur tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan memberikan jalan dan peluang (otoritas) bagi daerah untuk dapat memberdayakan segala macam potensi termasuk sumberdaya pesisir dan laut yang dimilikinya sekaligus juga mengisyaratkan tanggungjawab dan sikap kemandirian serta partisipasi daerah untuk dapat lebih aktif dalam perkembangan dan pemerataan pembangunan. Dalam UU ini pula dijelaskan pembegian wilayah yang menjadi wewenag Propinsi dan Kabupaten/Kota, (pasal 10) dimana untuk wilayah propinsi memiliki hak untuk mengelola wilayah laut sejauh 12 mil dari garis pantai. Sedangkan untuk wilayah kabupaten/kota memiliki hak pengelolaan sejauh 4 mil atau seper-tiga dari kewenangan propinsi. Hak atau wewenang pengelolaan ini adalah meliputi, eksplorasi, eksploitasi dan konservasi serta pengelolaan kekayaan sumberdaya alam laut. Dengan demikian UU ini secara lansung maupun tidak memberikan dampak pada aktivitas perikanan dan kelautan. Untuk itu maka masing-masing daerah yang memiliki wewenang pengelolaan wilayah laut baik propinsi maupun kabupaten/kota termasuk kabupaten Sumbawa dituntut harus memiliki peta lintas batas (batasan wilayah) yang dijadikan acuan dan regulasi dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatannya misalnya penentuan jenis serta type pemanfaatan yang diberlakukan. Pemerintah daerah juga bertanggungjawab penuh atas keberadaan dan kelestarian sumberdaya alam khususnya sumberdaya pesisir dan laut yang dimilikinya, sehingga pemanfaatannya dapat berlansung secara berkelanjutan (sustainability). Selain itu UU ini juga memberikan peluang dan kesempatan yang lebih terbuka kepada masyarakat khususnya nelayan untuk dapat pemanfaatan sumberdaya kelautan. Namun juga sering terjadi prespektif dan pemahaman yang salah di kalangan masyarakat khususnya para nelayan sehingga dapat memicu timbulnya konflik.
Terbitnya undang-undang otonomi daerah No. 22 Th 1999 ini memberikan dampak positif berupa kejelasan akan hak-hak yang dimiliki daerah otonom, namun tidak serta merta memberikan dampak yang signifikan dalam hal jumlah pendapatan yang diterima daerah dari hasil pemanfaatannya terhadap sumberdaya alam khususnya sumberdaya perikanan dan kelautan. Sebagai contoh pada tahun yang sama pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang No. 25 Th 1999 yang mengatur tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, perimbangan yang dimaksud disini adalah pembagian pendapatan yang didapat dari upaya pemanfaatan sumberdaya alam oleh daerah termasuk di dalamnya sumberdaya perikanan dan kelautan, dimana pada salah satu pasalnya menyebutkan bahwa “penerimaan negara dari sumberdaya alam (SDA) sektor perikanan dibagi dengan imbalan 20 persen untuk pemerintah pusat dan 80 persen untuk pemerintah daerah”. Artinya dari hasil pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan yang dimilikinya, kabupaten Sumbawa hanya mendapatkan 80%nya. Tidak cukup sampai disini bahkan 80 % alokasi pendapatan untuk daerah ternyata bukan hanya untuk daerah yang bersangkutan (daerah yang memiliki kewenangan atas wilayah laut) dalam hal ini kabupaten Sumbawa namun juga dibagi secara merata kepada seluruh daerah kebupaten/kota di Indonesia. Undang-undang ini juga menimbulkan konflik antar daerah, baik antar kabupaten/kota, kabupaten/kota dengan propinsi bahkan pemerintah daerah dengan pusat.

D. Tawaran Solusi

Kompleksitas permasalah yang muncul dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut ini tidak hanya terjadi di kabupaten Sumbawa, namun secara umum juga dirasakan oleh pemerintah daerah lain di Indonesia yang memiliki wewenang pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut. Untuk itu dibutuhkan kerjasama semua pihak termasuk pemerintah (pemangku kebijakan), swasta dan masyarakat (user) untuk turut serta dan berperan aktif dalam upaya mencari solusi dan jalan keluar yang tepat yang bisa mengakomodir dan memecahkan permasalaha yang ada. Salah satu solusi yang mungkin bisa diterapkan misalnya mengembangkan konsep pengelolaan pesisir terpadu (Integrated Coastal Management/ICM). Konsep ini merupakan pendekatan yang memberikan arah bagi pemanfaatan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai perencanaan sektoral, berbagai tingkat pemerintahan, ekosistem darat dan laut, serta sains dan manajemen. Pendekatan yang dilakukan dalam konsep ini dimulai dengan menerapkan keterpaduan perencanaan yang menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, sosial budaya serta konservasi sumberdaya pesisir dan laut. Selain rencana tata ruang wilayah (RTRW) juga dibutuhkan pula rencana tataruang pesisir (RTP) dan laut serta peta potensi pesisir dan laut yang dapat digunakan sebagai pijakan dasar sekaligus arahan dan acuan dalam penataan ruang dan pemanfaatan potansi sumberdaya pesisir dan laut di kabupaten Sumbawa.

Pola pengelolaan yang selama ini digunakan pemerintah yang cenderung bersifat dari atas ke bawah (top down) sering kali tidak tepat sasaran kemudian berakhir pada kegagalan. Untuk itu pola-pola pengelolaan dan pemanfaatan yang berbasis masyarakat (melibatkan partisipasi masyarakat) juga sangat relefan untuk dapat direpkan. Dengan terlibatnya masyarakat dalam manajemen pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut diharapkan akan timbul kesadaran, kepudulian, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab dari setiap individu masyarakat terhadap SDA yang ada. Selain itu jika kita menyimak pesan yang tersirat dalam UU Otonomi daerah dimana masyarakat dan daerah diberikan kewenangan (otoritas) yang luas dalam mengelola dan mengambil manfaat dari ketersediaan sumberdaya alam yang dimilikinya serta diberikan tanggungjawab penuh dalam menjaga kelestariannya. Artinya masyarakat dan pemerintah daerah secara tidak lansung dituntut untuk memiliki kemandirian dalam rangka membangun daerahnya sendiri serta turut serta berpartisipasi dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustainable development).


PELUANG PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN KELAUTAN DI ERA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

Oleh : Dedi Syafikri

Pembangunan Ekonomi Kelautan di Era Otonomi Daerah
Kebanyakan dari kita tidak menyadari atau bahkan tidak mengetahui bahwasanya di dalam UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berarti negara maritim bukan negara agraris. 70% atau dua per tiga (2/3) luas wilayah Indonesia adalah lautan dan satu per tiganya (1/3) berupa daratan. Dengan demikian menurut pemikiran logis (logic thinking) maka kekayaan sumber daya alam yang kita miliki sebagian besar berada di wilayah perairan laut yang sampai saat ini masih belum dapat dipetakan dan diberdayakan dengan optimal. Perubahan orientasi pembangunan bangsa Indonesia dari orientasi daratan (land based orientation) ke orientasi kelautan (ocean based orientation) sebagai prime mover pertumbuhan perekonomian nasional merupakan suatu kebijakan yang tepat untuk mengatasi krisis perekonomian, moneter dan juga resesi global yang sedang mengancam perekonomian Indonesia dan dunia saat ini.
Pada awal milenium ketiga ini Indonesia mengalami babak baru dalam hal pengelolaan pemerintahan yaitu dengan lahirnya era desentralisasi atau otonomi daerah. Desentralisasi ini tidak hanya menyangkut urusan pemerintahan namun juga sampai pada sistem dan tata cara atau pengelolaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah pemerintahan regional (daerah). Dengan digulirkannya Undang-undang otonomi daerah ini, maka penjabaran Pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang menyangkut aspek pengelolaan sumberdaya alam kini di desentralisasikan kepada tingkat regional atau daerah yang mana sebelumnya lebih bersifat sentralistis. Dengan kata lain masing-masing daerah memiliki wewenang (otoritas) dan tanggung jawab dalam hal pemberdayaan dan pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya. Disisi lain selama ini kebanyakan dari kita sedikit dibutakan oleh arti dan juga pemahaman mengenai konsep otonomi daerah itu sendiri, dimana sebagian besar masyarakat atau bahkan pemangku jabatan di tingkat regional sendiri memahami konsep otonomi daerah lebih berfokus pada otonomi darat, padahal untuk Propinsi, Kabupaten dan Kota tertentu yang memiliki wilayah (region) pesisir dan laut, esensi otonomi ekonomi juga berada di wilayah laut. Otonomi dalam konteks ini bukan hanya mengklaim darat adalah bagian utama pembangunan, tetapi juga mengkavling laut dalam memetakan lokasi aktivitas eksplorasi dan eksploitasi baik di dalam perut bumi, dasar laut, laut dalam dan permukaan laut.
Untuk itu di era otonomi daerah saat ini pola dan orientasi pembangunan daerah/propinsi khususnya daerah yang memiliki wilayah pesisir dan laut tampaknya perlu dikaji ulang. Daerah-daerah ini sudah saatnya mempertimbangkan dan menjadikan potensi kelautan sebagai salah satu basis pembangunan daerahnya. Selama ini pemerintah daerah terkesan membutakan mata dan mengesampingkan potensi pesisir dan kelautan. Padahal catatan sejarah menunjukkan bahwa dalam beberapa abad lamanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban yang berada di wilayah Nusantara ini memiliki kekuatan ekonomi dan politiknya dengan berbasis pada sumberdaya kelautan.
Di era desentralisasi ini keberadaan sumberdaya kelautan memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pengelolaan dan pemanfaatan disektor ini diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), penerimaan devisa negara, menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan penduduk. Sumber daya kelautan yang kita miliki tersebut mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang sangat melimpah dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif. Di sisi lain, kebutuhan pasar masih terbuka lebar karena kecenderungan permintaan pasar nasional maupun global yang terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut maka meningkatkan daya saing melalui pembangunan di sektor kelautan merupakan sebuah solusi yang tepat.

Potensi Sektor Kelautan yang Dimiliki Nusa Tenggara Barat

Mengutip dari jurnal Prof. Dr. Rohmin Dahuri mantan menteri kelautan RI, beliau menyebutkan bahwa “terdapat sedikitnya sepuluh sektor ekonomi kelautan yang memiliki prospek bisnis cerah untuk dikembangkan untuk memajukan dan memakmurkan Indonesia. Indonesia berpotensi menjadi produsen komoditas perikanan terbesar di dunia menggeser RRC”. Ke sepuluh sektor tersebut diantaranya : (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi, (5) pertambangan dan energi, (6) pariwisata bahari, (7) transportasi laut, (8) industri dan jasa maritim, (9) pembagunan pulau-pulau kecil, dan (10) sumber daya nonkonvensional (non-conventional resources).


Propinsi Nusa Tenggara Barat menyimpan potensi sumber daya kelautan yang besar dan cukup menjanjikan untuk dikelola dan dimanfaatkan. Potensi ini berupa sumberdaya hayati (ikan, karang, rumput laut, mangrove dll) dan nir-hayati (mineral), sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) serta penyedia jasa-jasa lingkungan seprti pariwisata dan perhubungan. Potensi ini bukan hanya menjadi aset lokal namun juga dapat dirasakan manfaatnya secara nasional jika dikelola dan dimanfaatkan dengan arif dan bijaksana. Namun sebaliknya kawasan pesisir dan laut ini sangat rentan terhadap ancaman konflik pemanfaatan (lintas sektoral) dan juga tekanan eksploitasi (pemanfaatan secara destruktif) yang dapat mengarah kepada kerusakan lingkungan dan sumber daya alam laut bila tidak dikelola dengan baik.
Adapun beberapa potensi dari sektor kelautan yang dimiliki Nusa Tenggara Barat diantaranya :
Pertama, secara fisik Nusa Tenggara Barat adalah Propinsi kepulauan dengan 332 pulau. Luas perairan lautnya sekitar 31.148 km2 dan perairan karang sekitar 3.601 km2, sedangkan panjang pantai diperkirakan mencapai 2.900 km. Wilayah pesisir dan lautan yang sangat luas itu terdapat sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang beraneka ragam dan besar sebagai potensi pembangunan yang belum termanfaatkan secara optimal, sehingga hampir semua komoditas kelautan dunia dapat dihasilkan dari Indonesia.
Kedua, Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati (biodiversity) yang terbesar di dunia, sehingga Indonesia sering disebut sebagai the biggest biodiversities country. Dan salah satu perairan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia adalah terdapat di perairan Nusa Tenggara. Dengan keanekaragaman sumber daya hayati yang dimiliki NTB, melalui teknologi rekombinasi gen (DNA) dan teknologi pengolahan, produk kelautan yang dapat dihasilkan hampir tak terbatas baik jumlah maupun jenisnya.
Ketiga, Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki sumber daya manusia yang cukup besar dengan berbagai keragaman pendidikan, mulai dari tidak pernah sekolah sampai pada bergelar doktor/profesor. Keragaman sumber daya manusia (SDM) tersebut bukanlah kendala dalam pembangunan kelautan, karena masing-masing memiliki relung (niche) atau terakomodasi dalam sektor kelautan. Data kependudukan hasil SUSENAS tahun 2005 menghitung jumlah penduduk NTB sebanyak 3.805.537 jiwa.
Keempat, Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki lembaga penelitian dan pengembangan kelautan baik penelitian dan pengembangan/litbang pemerintah departemen maupun di perguruan tinggi yang didukung oleh SDM yang berkualifikasi Magister Sains, Doktor dan Profesor. Adapun beberapa lembaga penelitian dan pengembangan kelautan yang berada di NTB diantaranya: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Balai Besar Budi Daya Laut Lombok (BBBDLL), National Seaweeds Center (NSC) serta Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Dari litbang kelautan yang ada saat ini sudah mampu dihasilkan teknologi mulai dari yang sederhana sampai teknologi tinggi (hi-tech).
Kelima, dari sisi permintaan, potensi sektor kelautan NTB dapat dilihat dari potensi pasar. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, konsumsi produk-produk kelautan masih terendah di dunia. Jumlah penduduk yang besar dan dengan peningkatan daya beli merupakan pasar yang sangat besar dan masih bertumbuh (emerging market) bagi produk-produk kelautan. Potensi pasar ini tidak hanya dari dalam bahkan sampai luar negeri.
Salah satu komoditas perikanan kelautan yang potensial untuk dikembangkan dan berpeluang menghasilkan devisa adalah produk-produk marikultuer diantaranya adalah Tiram Mutiara dan Rumput Laut. Bahkan kedua produk ini sudah menjadi komuditas primer propinsi NTB. Luasnya laut dan panjangnya pantai yang dimiliki merupakan potensi perikanan penopang perekonomian Propinsi Nusa Tenggara Barat. Para investor sejak lama tertarik menanamkan modalnya pada sektor perikanan terutama tambak udang, rumput laut dan budidaya mutiara. Disamping itu perikanan tangkap seperti Tuna dan Cakalang serta budidaya Udang dan Kerapu juga memiliki potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan. Hasil-hasil perikanan tiap tahun selalu menunjukkan peningkatan. Peningkatan ini disebabkan meningkatnya permintaan pasar baik dalam maupun luar negeri, berkembangnya teknologi bidang perikanan serta penambahan areal investasi terutama pada bidang budidaya tiram mutiara.
Dengan besarnya potensi yang ada sebagaimana dijelaskan di atas, tidak mengherankan jika kini issue komersial untuk komoditas perikanan dan kelautan di NTB diharapkan mampu menjadi salah satu sumber pertumbuhan dalam pembangunan ekonomi daerah dan juga nasional sekaligus penunjang dalam pemulihan dan penguatan struktur perekonomian nasional melalui pengembangan sistem usaha yang berbasis bisnis di masyarakat.


Penutup

Tulisan ini didukung dan dilengkapi oleh beberapa sumber pustaka yang didapatkan melalui penulusuran media internet dan juga tex book. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, oleh karena itu bila ada kritik dan masukan yang membangun akan dengan senang hati penulis menerimanya. Semoga tulisan ini berguna bagi yang membutuhkannya.


Prospek Budidaya Rumput Laut Dalam Mendukung Pembangunan Ekonomi Berbasis Kelautan di Kabupaten Sumbawa

Disusun oleh : Dedi Syafikri
Email : fik_marine@yahoo.go.id

Pendahuluan

Sumber daya kelautan berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja, dan pendapatan penduduk. Sumber daya kelautan tersebut mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif. Di sisi lain, kebutuhan pasar sangat besar karena kecenderungan permintaan pasar global yang terus meningkat. Untuk memenuhi hal tersebut maka akselerasi pembangunan kelautan merupakan sebuah jawaban yang tepat.

Kabupaten Sumbawa menyimpan potensi sumber daya kelautan, baik hayati ataupun non-hayati yang cukup menjanjikan untuk di kelola. Potensi ini bukan hanya menjadi aset lokal namun juga dapat dirasakan manfaatnya secara nasional jika dikelola dan dimanfaatkan dengan arif dan bijaksana. Salah satu komoditas marikultuer yang saat ini sedang dikembangkan dan merupakan salah satu program pengembangan ekonomi pesisir kabupaten Sumbawa saat ini adalah rumput laut (seaweed). Yang mana produk utamanya adalah berupa alginat, karagenan, agar dan fluseran. Bahkan saat ini rumput laut menjadi salah satu komuditas primer kabupaten ini. Diharapkan melalui program ini dapat merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah akibat meningkatnya pendapatan masyarakat setempat.

Rumput laut telah dikenal sejak puluhan atau bahkan ratusan tahun yang lalu di Indonesia maupun di mancanegara. Pada umumnya rumput laut digunakan sebagai bahan makanan dan minuman, namun seiring dengan berkembangnya IPTEK dewasa ini rumput laut dapat di kembangkan dan manfaatkan dalam berbagai macam industri misalnya tekstil, kosmetik, dan industri kefarmasian.


Pemanfaatan Rumput Laut

Rumput laut dari jenis algae merah lebih banyak dibudidayakan dibandingkan rumput laut dari jenis algae hijau dan coklat.

Untuk algae coklat baru Sargasum yang mendapatkan perhatian, itupun masih sebatas penelitian, sedangkan untuk usaha budidaya sampai saat ini belum dikembangkan. Algae coklat menghasilkan Alginat. Sementara itu rumput laut merah khususnya jenis Eucheuma menghasilkan polisakarida dalam bentuk Agar dan Karagenan. Kedua polisakarida ini banyak dimanfaatkan di berbagai bidang industri. Oleh karena itu mereka mempunyai nilai secara ekonomis cukup tinggi. Dan permintaan pasar dunia akan kedua polisakarida tersebut dari tahun ketahun mengalami peningkatan.

Secara umum ketiga hasil metabolit sekunder tiga jenis rumput laut di atas memiliki fungsi yang sama dalam dunia industri yaitu digunakan sebagai bahan pengental, pensuspensi, penstabil dan pengemulsi.

Agar.
Pemanfaatan utama dari agar adalah "melting point "nya yang tinggi. Dalam dunia farmasi agar digunakan sebagai laxative untuk constipation yang kronis, sering dengan penambahan obat-obatan anthraquinone, sebagai motor obat serta sebagai substrat untuk kultur bakteri agar juga memainkan peranan yang penting. Agar juga bekerja sebagai stabiliser untuk emulsi, constituent of ointment, lotion, dll. Hawkins dan O'Neill melaporkan bahwa granuloma akan muncul setelah diinjeksi dengan agar. Menurut Gerber dkk, agar dan juga karagenan melindungi embrio ayam melawan infeksi yang disebabkan virus influense B dan mump-virus. Agar juga dimanfaatkan dalam dunia Kedokteran Gigi. Dalam pratikum di laboratorium agar dimanfaatkan secara optimal untuk beberapa penelitian. Agar juga dimanfaatkan dalam dunia tehnologi pangan dan industri.

Agarose.
Penggunaan agarose dalam Immunologi adalah yang sangat menarik sekali. Agarose gel telah membuktikan lebih banyak digunakan daripada agar gel yang tidak terfraksionasi, karena kandungan sulfat yang rendah dan sebab memberikan gel yang jernih. Guiseley melaporkan tentang viscometric determination dari agarose. Ahli Virologi dan Bakteriologi memerlukan produk agar dengan titik didih yang rendah.
Karagenan.
Karagenan adalah ekstrak yang tidak berubah dari karagenofit. Carrageenate adalah garam tertentu dari asam karagenik. Karagenan adalah hidrokoloid yang mengandung sulfat tinggi. Karagenan sering kali digunakan dalam industri farmasi sebagai pengemulsi (sebagai contoh dalam emulsi minyak hati), sebagai larutan granulation dan pengikat (sebagai contoh tablet, elexier, sirup, dll).
Karagenan digunakan juga dalam industri kosmetika sebagai stabiliser, suspensi dan pelarut. Produk kosmetik yang sering menggunakan adalah salep, kream, lotion, pasta gigi, tonic rambut, stabilizer sabun, minyak pelindung sinar matahari, dll.
Selain itu ada beberapa kemungkinan dari aplikasi karagenan dalam industri teknologi pangan dan telah banyak dilakukan penelitian-penelitian yang berkaitan dengan masalah ini. Selain tehnik ynag berkualitas, karagenan itu juga digunakan dalam industri kulit, kertas, tekstil, dll.

Klorofil

Klorofil dibentuk melalui proses fotosintesis di dalam tanaman disimpan pada bagian daun tanaman. Klorofil kaya akan sumber mineral alami, vitamin, protein, elemen dan mikro-nutrien. Semua zat-zat tersebut penting untuk menjaga kesehatan, terutama menyeimbangkan kandungan asam dan basa di dalam tubuh. Membersihkan dan mengeluarkan racun dari dalam tubuh secara sangat alami dan tanpa efek samping. Membantu menyeimbangkan hormon dan kandungan asam basa dalam tubuh yang memang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia guna memaksimalkan kondisi tubuh yang sehat dan prima, mengandung banyak serat. memberikan pemeliharaan nutrisi dalam pembentukan darah untuk meningkatkan kadar oksigen dan jumlah sel darah merah dalam tubuh manusia.

Informasi terbaru saat ini adalah bahwa struktur kimia dari senyawa klorofil memiliki bentuk yang hampir sama atau memiliki kemiripan dengan struktur kimia hemoglobin. Artinya informasi ini bisa dikembangkan lebih lanjut bila melihat kemiripan sacara struktural senyawanya ada kemungkinan klorofil juga dapat menggantikan peran dari hemoglobin dengan kata lain subsitusi darah menggunakan klorofil mungkin dapat terjadi. Dengan demikian kita tidak akan kehabisan stok darah.


Energi Alternatif
Keberadaan rumput laut sebagai sumber alternatif energi merupakan hal baru yang harus didukung dan dikembangkan. Rumput laut sebagai biodisel dinilai lebih kompetitif dibandingkan komoditas lainnya. Dimana, 1 ha lahan rumput laut dapat menghasilkan 58.700 liter (30% minyak) pertahunnya atau jauh lebih besar dibandingkan jagung (172 liter/tahun) dan kelapa sawit (5.900 liter/tahun). Selain itu, rumput laut juga tidak dihadapkan pada masalah baru pada saat didorong sebagai sumber energi karena rumput laut tidak dikonsumsi setiap hari, dan budidayanya tidak memerlukan waktu yang lama.

Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Kabupaten Sumbawa

Pemanfaatan rumput laut sebagai bahan makanan, kosmetika dan obatobatan tradisional sudah lama dikenal oleh masyarakat. Sedangkan pemanfaatannya sebagai bahan industri yang memungkinkan untuk diekspor atau bahkan sebagai bahan energi alternatif (blue ocean energy) baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini, sehingga merangsang pengembangan untuk budidaya rumput laut.

Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu daerah dari sembilan kabupaten/kota yang berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat terletak di ujung barat Pulau Sumbawa, pada posisi 116" 42' sampai dengan 118" 22' Bujur Timur dan 8” 8' sampai dengan 9” 7' Lintang Selatan serta memiliki luas wilayah 6.643,98 Km2 dengan panjang pantai ± 900 km. Dengan wilayah perairan yang luas dan strategis serta memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup besar, maka perairan Kabupaten Sumbawa perlu dikelola dan dikembangkan secara optimal dan berkelanjutan.

Menurut sumber data yang dikeluarkan Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kabupaten Sumbawa (2007), bahwa pada tahun 2006 lalu daerah ini mampu menghasilkan produk rumput laut kering sebanyak ± 8.049 ton dengan luas lahan pemanfaatan sebesar 4.846 Ha dan dilakukan oleh kurang lebih 849 pembudidaya. Sementara potensi lahan pengembangannya mencapai ± 14.000 Ha dengan potensi pemanfaatan sebesar 48.775 ton. Artinya potensi budidaya rumput laut yang baru dimanfaatkan baru sekitar 10% dari jumlah potensi yang ada. Pada tahun 2007 kemaren hasil produksi rumput laut sedikit mengalami peningkatan yaitu menyentuh angka 10.000 ton atau bertambah ± 2000 ton dari jumlah produksi tahun 2006.

Jika kita mengacu pada data di atas dan dengan ansumsi harga rumput laut kering 13.000 per kilogramnya, maka pada tahun 2007 lalu Kabupaten Sumbawa mampu menghasilkan 13 Miliar rupiah dari sektor ini. Untuk itu jika potensi daerah yang ada sebesar 48.775 ton tersebut mampu diberdayakan dengan optimal maka diperkirakan sektor budidaya rumput laut ini akan menghasilkan ± 63,5 Miliar pertahunnya.

Mengingat sistem yang diterapkan disebagian besar usaha budidaya di Kabupaten Sumbawa masih menggunakan cara yang sederhana, maka saya rasa potensi ini masih dapat ditingkatkan yaitu dengan menerapkan berbagai metode dan teknologi budidaya, mulai dari penggunaan bibit unggul, penambahan jenis atau farietas yang dibudidayakan, meningkatkan mutu produksi, informasi pasar yang jelas serta menerapkan IPTEK dalam segala aspek budidaya.


Kajian Ekonomi, Sosial, Ekologi dan Biologi

Aspek ekonomis, rumput laut merupakan komoditas yang potensial untuk dikembangkan mengingat nilai gizi yang dikandungnya. Selain itu, rumput laut dapat dijadikan sebagai bahan makanan seperti agar-agar, sayuran, kue dan menghasilkan bahan algin, karaginan dan fluseran yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, tekstil, dan lain sebagainya.

Dari sudut pandang lain budidaya rumput laut sangat menguntungkan karena dalam proses budidayanya tidak banyak menuntut tingkat keterampilan tinggi dan modal yang besar, sehingga dapat dilakukan oleh semua anggota keluarga nelayan termasuk ibu rumah tangga dan anak-anak. Selain itu masa panen atau produksinya relatif singkat jika dibandingkan dengan budidaya laut yang lain misalnya bandeng, udang dan kerang. Pangsa pasar rumput laut juga sangat luas baik dalam ataupun luar negeri. Bahkan untuk tingkat konsumsi (pasar) taraf lokalpun para pembudidaya masih kualahan untuk mencukupinya, belum lagi ditambah permintaan luar negeri yang kian hari semakin meningkat, bahkan bisa dikatakan tidak terbatas.

Ditinjau dari sisi lahan, usaha budidaya rumput laut tidak banyak kendala. Budidaya dapat dilakukan dihampir seluruh perairan laut nusantara, namun tergantung pada jenis dan metode budidayanya serta jenis rumput laut yang akan di budidayakan. Dari sisi penerapan teknologi, budidaya rumput laut juga jauh lebih mudah, efisien serta ekonomis dibandingkan teknologi yang digunakan dalam budidaya produk kelautan lainnya.

Dengan adanya aktifitas budidaya tentunya keuntungan yang bisa didapatkan diantaranya; berkurangnya jumlah pengangguran, meningkatnya pendapatan masyarakat, bertambahnya pendapatan asli daerah (PAD), persaingan usaha semakin ketat sehingga roda perekonomian akan terus berjalan dan terciptanya iklim usaha yang kondusif dan pada akhirnya akan tercipta kesejahteraan hidup masyarakat.

Aspek Sosial, perkembangan usaha budidaya rumput laut di kabupaten Sumbawa memberikan keuntungan bagi kehidupan masyarakat disekitar lokasi budidaya. Keuntungan yang diperoleh diantaranya adalah kesempatan kerja yang tersedia dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dukungan dari masyarakat sekitar dan nelayan yang beroperasi diperairan sekitar lokasi budidaya sangat diperlukan. Dengan adanya usaha budidaya rumput laut ini dan juga tersedianya potensi pasar yang luas diharapkan mampu menumbuhkan semangat kerja dan semangat berwirausaha masyarakat setempat.

Aspek ekologis, komoditas rumput laut memberikan banyak manfaat terhadap lingkungan sekitarnya antara lain adalah dapat mengkonservasi lahan pesisir terhadap berbagai aktivitas penangkapan yang tidak berwawasan lingkungan, seperti penggunaan racun/bom untuk penangkapan ikan. Rumput laut juga merupakan salah satu bagian penting dari ekosistem pesisir, yang secara ekologis memiliki peranan dan fungsi ekologis yang sama dengan ekosistem pesisir lainnya seperti; mangrove, lamun dan karang. Selain untuk mendapatkan keuntungan secara ekonimis, diharapkan usaha budidaya ini juga merupakan salah satu cara untuk melestarikan ekosistem rumput laut itu sendiri dan juga turut serta dalam upaya mengembangkannya yaitu melalui memanfaatkan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya dengan teknik kloning dan sistem kultur.

Aspek biologis, rumput laut memiliki klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis di perairan. Sehingga tumbuhan ini memegang peranan sebagai produsen primer penghasil bahan organik dan oksigen di lingkungan perairan.

Aspek dampak lingkungan, sebagaimana biasanya, budidaya pasti mensyaratkan lokasi yang bebas dari polusi dan pencemaran air. Selama masa pemeliharaan sampai dengan masa panen, rumput laut tidak diberikan pakan, akan tetapi rumput laut mendapatkan makanan dan nutrisi dari yang tersedia di perairan laut. Dengan demikian budidaya rumput laut ini tidak mencemari dan merusak lingkungan disekitar.

Kesimpulan

1. Budidaya rumput laut ini memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi dan juga kehidupan sosial masyarakat Kabupaten Sumbawa
2. Untuk masa yang akan datang, budidaya rumput laut sangat prospektif, karena permintaan pasar akan produk rumput laut baik dalam ataupun luar negeri akan terus meningkat.

Saran
1. Perlu adanya koordinasi dan kerjasama antara pemerintah dalam hal ini Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kabupaten. Sumbawa, perbankkan, investor, akademisi dan juga masyarakat setempat untuk menciptakan dan menjaga iklim usaha yang kondusif.
2. Usaha budidaya rumput laut ini layak dibiayai oleh bank dalam bentuk pemberian kredit.
3. Perlu dikembangkan penggunaan bioteknologi mutakhir agar dapat diperoleh kualitas rumput laut hasil budidaya yang ungul dan mengurangi risiko kegagalan panen.

Penutup

Tulisan ini didukung dan dilengkapi oleh beberapa sumber pustaka yang didapatkan melalui penulusuran media internet dan juga tex book. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, oleh karena itu bila ada kritik dan masukan yang membangun akan dengan senang hati penulis menerimanya. Semoga tulisan ini berguna bagi yang membutuhkannya.


FILOSOFI BAYI

ISAMABA LAHIR DI SEMARANG KURANG LEBIH 2 TAHUN LALU TEPAT PADA TANGGAL 15 APRIL 2009 DARI RAHIM MAHASISWA RANTAU ASAL TANAH SUMBAWA YANG SEDANG MENUNTUT ILMU DI TANAH JAWA TEPATNYA DI SEMARANG, NAMUN SELAMA 2 TAHUN ITU DIA BELAJAR MERANGKAK (NGANGKA DLM BHS SUMBAWA), KEMUDIAN LAMBAT LAUN MENCOBA BELAJAR BERDIRI, LAYAKNYA BAYI YG MULAI BELAJAR BERDIRI JATUH BANGUN SUDAH PASTI DIRASAKANNYA, NAMUN NAMPAKNYA SEMANGAT BAYI ISAMABA INI BEGITU BESAR HINGGA HARAPANNYA UNTUK DAPAT BERDIRI KOKOH TERCAPAI SETELAH 2 TAHUN BERLALU YAITU TEPAT PADA HARI ULANG TAHUNNYA 15 APRIL 2009.
LAYAKNYA BAYI KECIL KALO SUDAH BISA BERDIRI DIATAS KAKINYA YANG KOKOH, MAKA HAL SELANJUTNYA YANG HARUS DILAKUKAN ADALAH BERJALAN, BEKERJA, BERSUARA MENYAMPAIKAN APA YANG DIA KETAHUI DAN DIA FAHAMI.

SO BAGI TEMAN-TEMAN ISAMABA, SAUDARA SEMUA SUDAH MAMPU BERDIRI, MAKA PERKOKOHKAN PIJAKAN KAKI SAUDARA, KEMUDIAN MULAILAH BERJALAN MENCARI, MENERAPKAN DAN MENYAMPAIKAN KEBENARAN DARI YANG SAUDARA DAPATKAN DI NEGERI RANTAU INI DENGAN SEMANGAT KEBERSAMAAN DAN KEKELUARGAAN.

SELAMAT DAN SEMANGAT….!!!!!!!
FIKRI

SEKILAS BERDIRINYA ISAMABA SEMARANG

ISAMABA adalah singkatan dari Ikatan Silaturrahmi Mahasiswa Sumbawa Semarang. Organisasi ini sebenarnya sudah dibentuk pada tanggal 15 april 2007 atas kesepakatan bersama semua mahasiswa Sumbawa yang menuntut ilmu di berbagai universitas di Jawa Tengah khususnya yang ada di Semarang. Kurang lebih selama 2 tahun organisasi kemahasiswaan ini mengalami transisi dan pasang surut, hingga pada akhirnya tepat pada tanggal dan bulan yang sama (15 April 2009) kami sekumpulan mahasiswa rantau yang ada di Semarang secara aklamasi mendeklarasikan berdirinya organisasi ISAMABA ini. ISAMABA didirikan atas dasar ikatan persaudaraan mahasiswa baik yang berasal dari Kabupaten Sumbawa maupun Kabupaten Sumbawa Barat di tanah rantau. Ikatan persaudaraan yang telah terjalin dan terbentuk antara kami mahasiswa sangat berguna. Ikatan persaudaraan tersebut dapat saling menolong dan saling menasehati dalam hal kebaikan atau dalam bahasa Samawa tu tulung ke saling satotang.

Ikatan persaudaraan yang terjalin antara kami yang difasilitasi oleh ISAMAB diilhami oleh lawas “pati pelajar we ate namu pina boat lenge pola tu ling desa tau”. ISAMABA terus berusaha dalam mempersiapkan SDM Sumbawa yang berkualitas mengingat kami mahasiswa Sumbawa menuntut ilmu di berbagai disiplin ilmu sehingga melalui organisasi ini minat dan bakat serta keahliannya dapat tersalurkan.dan ke depannya kami dapat berkontribusi terhadap daerah Sumbawa.