Sabtu, 25 April 2009

PELUANG PENGEMBANGAN SEKTOR PERIKANAN KELAUTAN DI ERA OTONOMI DAERAH DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

Oleh : Dedi Syafikri

Pembangunan Ekonomi Kelautan di Era Otonomi Daerah
Kebanyakan dari kita tidak menyadari atau bahkan tidak mengetahui bahwasanya di dalam UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berarti negara maritim bukan negara agraris. 70% atau dua per tiga (2/3) luas wilayah Indonesia adalah lautan dan satu per tiganya (1/3) berupa daratan. Dengan demikian menurut pemikiran logis (logic thinking) maka kekayaan sumber daya alam yang kita miliki sebagian besar berada di wilayah perairan laut yang sampai saat ini masih belum dapat dipetakan dan diberdayakan dengan optimal. Perubahan orientasi pembangunan bangsa Indonesia dari orientasi daratan (land based orientation) ke orientasi kelautan (ocean based orientation) sebagai prime mover pertumbuhan perekonomian nasional merupakan suatu kebijakan yang tepat untuk mengatasi krisis perekonomian, moneter dan juga resesi global yang sedang mengancam perekonomian Indonesia dan dunia saat ini.
Pada awal milenium ketiga ini Indonesia mengalami babak baru dalam hal pengelolaan pemerintahan yaitu dengan lahirnya era desentralisasi atau otonomi daerah. Desentralisasi ini tidak hanya menyangkut urusan pemerintahan namun juga sampai pada sistem dan tata cara atau pengelolaan sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah pemerintahan regional (daerah). Dengan digulirkannya Undang-undang otonomi daerah ini, maka penjabaran Pasal 33 ayat 3 UUD 45 yang menyangkut aspek pengelolaan sumberdaya alam kini di desentralisasikan kepada tingkat regional atau daerah yang mana sebelumnya lebih bersifat sentralistis. Dengan kata lain masing-masing daerah memiliki wewenang (otoritas) dan tanggung jawab dalam hal pemberdayaan dan pemanfaatan kekayaan sumberdaya alam yang dimilikinya. Disisi lain selama ini kebanyakan dari kita sedikit dibutakan oleh arti dan juga pemahaman mengenai konsep otonomi daerah itu sendiri, dimana sebagian besar masyarakat atau bahkan pemangku jabatan di tingkat regional sendiri memahami konsep otonomi daerah lebih berfokus pada otonomi darat, padahal untuk Propinsi, Kabupaten dan Kota tertentu yang memiliki wilayah (region) pesisir dan laut, esensi otonomi ekonomi juga berada di wilayah laut. Otonomi dalam konteks ini bukan hanya mengklaim darat adalah bagian utama pembangunan, tetapi juga mengkavling laut dalam memetakan lokasi aktivitas eksplorasi dan eksploitasi baik di dalam perut bumi, dasar laut, laut dalam dan permukaan laut.
Untuk itu di era otonomi daerah saat ini pola dan orientasi pembangunan daerah/propinsi khususnya daerah yang memiliki wilayah pesisir dan laut tampaknya perlu dikaji ulang. Daerah-daerah ini sudah saatnya mempertimbangkan dan menjadikan potensi kelautan sebagai salah satu basis pembangunan daerahnya. Selama ini pemerintah daerah terkesan membutakan mata dan mengesampingkan potensi pesisir dan kelautan. Padahal catatan sejarah menunjukkan bahwa dalam beberapa abad lamanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban yang berada di wilayah Nusantara ini memiliki kekuatan ekonomi dan politiknya dengan berbasis pada sumberdaya kelautan.
Di era desentralisasi ini keberadaan sumberdaya kelautan memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pengelolaan dan pemanfaatan disektor ini diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), penerimaan devisa negara, menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan penduduk. Sumber daya kelautan yang kita miliki tersebut mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang sangat melimpah dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif. Di sisi lain, kebutuhan pasar masih terbuka lebar karena kecenderungan permintaan pasar nasional maupun global yang terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut maka meningkatkan daya saing melalui pembangunan di sektor kelautan merupakan sebuah solusi yang tepat.

Potensi Sektor Kelautan yang Dimiliki Nusa Tenggara Barat

Mengutip dari jurnal Prof. Dr. Rohmin Dahuri mantan menteri kelautan RI, beliau menyebutkan bahwa “terdapat sedikitnya sepuluh sektor ekonomi kelautan yang memiliki prospek bisnis cerah untuk dikembangkan untuk memajukan dan memakmurkan Indonesia. Indonesia berpotensi menjadi produsen komoditas perikanan terbesar di dunia menggeser RRC”. Ke sepuluh sektor tersebut diantaranya : (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi, (5) pertambangan dan energi, (6) pariwisata bahari, (7) transportasi laut, (8) industri dan jasa maritim, (9) pembagunan pulau-pulau kecil, dan (10) sumber daya nonkonvensional (non-conventional resources).


Propinsi Nusa Tenggara Barat menyimpan potensi sumber daya kelautan yang besar dan cukup menjanjikan untuk dikelola dan dimanfaatkan. Potensi ini berupa sumberdaya hayati (ikan, karang, rumput laut, mangrove dll) dan nir-hayati (mineral), sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) serta penyedia jasa-jasa lingkungan seprti pariwisata dan perhubungan. Potensi ini bukan hanya menjadi aset lokal namun juga dapat dirasakan manfaatnya secara nasional jika dikelola dan dimanfaatkan dengan arif dan bijaksana. Namun sebaliknya kawasan pesisir dan laut ini sangat rentan terhadap ancaman konflik pemanfaatan (lintas sektoral) dan juga tekanan eksploitasi (pemanfaatan secara destruktif) yang dapat mengarah kepada kerusakan lingkungan dan sumber daya alam laut bila tidak dikelola dengan baik.
Adapun beberapa potensi dari sektor kelautan yang dimiliki Nusa Tenggara Barat diantaranya :
Pertama, secara fisik Nusa Tenggara Barat adalah Propinsi kepulauan dengan 332 pulau. Luas perairan lautnya sekitar 31.148 km2 dan perairan karang sekitar 3.601 km2, sedangkan panjang pantai diperkirakan mencapai 2.900 km. Wilayah pesisir dan lautan yang sangat luas itu terdapat sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) yang beraneka ragam dan besar sebagai potensi pembangunan yang belum termanfaatkan secara optimal, sehingga hampir semua komoditas kelautan dunia dapat dihasilkan dari Indonesia.
Kedua, Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati (biodiversity) yang terbesar di dunia, sehingga Indonesia sering disebut sebagai the biggest biodiversities country. Dan salah satu perairan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di Indonesia adalah terdapat di perairan Nusa Tenggara. Dengan keanekaragaman sumber daya hayati yang dimiliki NTB, melalui teknologi rekombinasi gen (DNA) dan teknologi pengolahan, produk kelautan yang dapat dihasilkan hampir tak terbatas baik jumlah maupun jenisnya.
Ketiga, Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki sumber daya manusia yang cukup besar dengan berbagai keragaman pendidikan, mulai dari tidak pernah sekolah sampai pada bergelar doktor/profesor. Keragaman sumber daya manusia (SDM) tersebut bukanlah kendala dalam pembangunan kelautan, karena masing-masing memiliki relung (niche) atau terakomodasi dalam sektor kelautan. Data kependudukan hasil SUSENAS tahun 2005 menghitung jumlah penduduk NTB sebanyak 3.805.537 jiwa.
Keempat, Propinsi Nusa Tenggara Barat memiliki lembaga penelitian dan pengembangan kelautan baik penelitian dan pengembangan/litbang pemerintah departemen maupun di perguruan tinggi yang didukung oleh SDM yang berkualifikasi Magister Sains, Doktor dan Profesor. Adapun beberapa lembaga penelitian dan pengembangan kelautan yang berada di NTB diantaranya: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Balai Besar Budi Daya Laut Lombok (BBBDLL), National Seaweeds Center (NSC) serta Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Dari litbang kelautan yang ada saat ini sudah mampu dihasilkan teknologi mulai dari yang sederhana sampai teknologi tinggi (hi-tech).
Kelima, dari sisi permintaan, potensi sektor kelautan NTB dapat dilihat dari potensi pasar. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, konsumsi produk-produk kelautan masih terendah di dunia. Jumlah penduduk yang besar dan dengan peningkatan daya beli merupakan pasar yang sangat besar dan masih bertumbuh (emerging market) bagi produk-produk kelautan. Potensi pasar ini tidak hanya dari dalam bahkan sampai luar negeri.
Salah satu komoditas perikanan kelautan yang potensial untuk dikembangkan dan berpeluang menghasilkan devisa adalah produk-produk marikultuer diantaranya adalah Tiram Mutiara dan Rumput Laut. Bahkan kedua produk ini sudah menjadi komuditas primer propinsi NTB. Luasnya laut dan panjangnya pantai yang dimiliki merupakan potensi perikanan penopang perekonomian Propinsi Nusa Tenggara Barat. Para investor sejak lama tertarik menanamkan modalnya pada sektor perikanan terutama tambak udang, rumput laut dan budidaya mutiara. Disamping itu perikanan tangkap seperti Tuna dan Cakalang serta budidaya Udang dan Kerapu juga memiliki potensi dan peluang yang besar untuk dikembangkan. Hasil-hasil perikanan tiap tahun selalu menunjukkan peningkatan. Peningkatan ini disebabkan meningkatnya permintaan pasar baik dalam maupun luar negeri, berkembangnya teknologi bidang perikanan serta penambahan areal investasi terutama pada bidang budidaya tiram mutiara.
Dengan besarnya potensi yang ada sebagaimana dijelaskan di atas, tidak mengherankan jika kini issue komersial untuk komoditas perikanan dan kelautan di NTB diharapkan mampu menjadi salah satu sumber pertumbuhan dalam pembangunan ekonomi daerah dan juga nasional sekaligus penunjang dalam pemulihan dan penguatan struktur perekonomian nasional melalui pengembangan sistem usaha yang berbasis bisnis di masyarakat.


Penutup

Tulisan ini didukung dan dilengkapi oleh beberapa sumber pustaka yang didapatkan melalui penulusuran media internet dan juga tex book. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, oleh karena itu bila ada kritik dan masukan yang membangun akan dengan senang hati penulis menerimanya. Semoga tulisan ini berguna bagi yang membutuhkannya.


Tidak ada komentar: